Dalamartikel ini, kita akan membahas apakah benar semua agama sama. Bapak MZ yang Budiman, Terima kasih banyak atas surat Bapak MZ. Kami senang mendengar pemahaman dan pendapat Bapak serta menghargai usaha Bapak untuk membuat satu kesimpulan "Semua agama sama" yang cukup memuaskan. Sebelumnya kami minta maaf, tetapi berdasarkan ajaran yang SelepasNabi Musa mengutarakan alasannya, Allah pun kemudian berfirman: Artinya: " (Begitu pula Aku [Allah]). Sesungguhnya aku memasukkan neraka kepada orang yang tidak punya unsur kebaikan sama sekali.". Musa penasaran, "Siapa mereka, Tuhan?.". "Orang yang tidak mau berkata "Lâilâha illallâh Muhammadur Rasûlullâh.". Sepertiyang ada di dalam Al-Qur'an, jumlah nabi ternyata ada 124.000 yang telah diutus oleh Allah di muka bumi ini. Sebuah dalil menjelaskan bahwa pada setiap kaum akan didatangkan nabi kepada mereka. Semua nabi yang diutus oleh Allah datang untuk mengajarkan ketauhidan kepada Allah. Mereka menyebarkan ajaran mengenai keesaan Allah, bahwa Allah tidak beranak, beristri, memiliki ibu ataupun ayah. Vay Tiền Online Chuyển Khoản Ngay. Kenapa Tuhan tidak memaksa umat manusia untuk masuk dalam satu agama saja? Kenapa banyak agama-agama di dunia padahal Tuhan hanya Satu? Orang-orang ateis meragukan keberadaan Tuhan karena menurut mereka seharusnya agama hanya ada satu sebagai bukti adanya Tuhan Yang Esa. Banyaknya agama dan segala perbedaannya dalam hal furu/cabang tidak dapat menjadi dalil bahwa Sosok yang menciptakan agama itu tidak ada. Agama dan hukumnya menjadi semacam resep’ bagi manusia. Sebagaimana seorang dokter memberikan resep obat yang berbeda bagi setiap jenis penyakit demikian pula agama adalah resep obat rohani yang berbeda tergantung pada jenis penyakit rohani yang meraja-lela pada masa agama tersebut muncul. Artinya agama muncul sesuai dengan kebutuhan umat saat itu. Karena kebutuhan akan ajaran agama berbeda-beda di setiap masa dan lokasinya oleh karena itulah agama pun berbeda. Namun ingat! Perbedaan itu hanya terdapat dalam hal cabang agama furu’ sedangkan esensi dan prinsip agama-agama samawi itu sama yakni mengimani Tuhan Yang Esa. Saat Bani Israil jatuh lama dalam perbudakan yang membuat nyali mereka benar-benar jatuh dan menjadi penakut maka syariat Taurat yang terkesan benar-benar mengistimewakan Bani Israil atas bangsa lainnya itu cocok saat itu. Hukum Taurat terkesan keras karena menekankan pembalasan bila dilihat dari kacamata dunia modern tapi bila kita lihat masa saat Taurat muncul barulah kita menyadari bahwa Taurat sangat pas saat itu bagi kaum yang perlu digebrak rasa keberaniannya. Contohnya hukum berikut ini “…nyawa ganti nyawa, mata ganti mata, gigi ganti gigi, tangan ganti tangan, kaki ganti kaki, lecur ganti lecur, luka ganti luka, bengkak ganti bengkak.” Keluaran 2123-25 Hukum Taurat tersebut dikutip Al-Quran “Dan Kami telah menetapkan hukum bagi mereka di dalam Taurat bahwa, jiwa dibalas denganjiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan untuk luka ada balasan yang setimpal.’ ” QS. Al-Maidah 46 Hukum Taurat yang keras lama-kelamaan membuat diri Bani Israil benar-benar memiliki watak yang keras dan arogan. Mereka begitu angkuh karena benar-benar merasa diistimewakan Tuhan dalam hukum Taurat. Mereka bangga karena disebut sebagai anak-anak Allah. “Beginilah firman Tuhan Israel ialah anak-Ku, anak-Ku yang sulung” Keluaran 422 Tiga belas abad kemudian saat jiwa dan watak yang keras meraja lela maka diutuslah Yesus as Isa Al-Masih yang menekankan sikap yang lembut, melayani orang lain, tidak melawan, kasih sayang dan suka memaafkan. Injil yang beliau bawa sangat pas saat itu mengingat jaman yang memang tengah membutuhkannya. Contohnya sabda Yesus berikut ini, “Kamu telah mendengar firman Mata ganti mata dan gigi ganti gigi. Tetapi aku berkata kepadamu Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapa pun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu.” Injil Matius 538-39 Demikian juga hikmah yang sama berlaku pada agama Hindu, Buddha, Zoroaster, Tao, Kong Hu Cu, Shinto dan lain sebagainya. Saat berbagai keperluan dan sarana mulai bermunculan sehingga membuat hubungan internasional terjadi. Negara-negara dari berbagai pelosok dunia mulai terhubung dan menjalin kerjasama yang jauh lebih berkembang dari sebelumnya. Saat itulah dibutuhkan suatu resep rohani yang dapat diterima oleh segala kalangan dan bangsa. Resep yang pas bagi berbagai jenis penyakit dan pas diterapkan selama-lamanya. Maka muncullah Islam dan Al-Quran sebagai hukum syariat terakhir dan pas untuk selamanya. Adapun agama-agama sebelumnya pas untuk masa dan kaum tertentu saja. Pendek kata perbedaan dan banyaknya agama tidaklah dapat menjadi dalil bahwa agama-agama itu tidak bersumber dari Satu Mata Air. Apalagi menjadi dalil bahwa Sumber Mata Air itu tidak ada. Bila kita perhatikan dengan seksama, ushul atau prinsip agama-agama itu sama yakni mengimani Tuhan Yang Esa. Dewa-dewi atau oknum tuhan lainnya yang lebih rendah dari Sosok Tuhan Yang Tunggal muncul belakangan dan merupakan hasil pemikiran para ulama/tokoh agama setelah kepergian Nabi atau pendiri agama tersebut. Sehingga kita tidak bisa mengingkari keberadaan Tuhan karena adanya perbedaan prinsip tersebut. Ingat! Perbedaan tersebut muncul jauh setelah kepergian atau kewafatan utusan Tuhan yang mendirikan agama. Adapun perbedaan dalam hal furu/cabang agama seperti cara ibadah, cara ritual atau upacara menikah dan lain-lain adalah wajar karena menyesuaikan lokasi dan masa saat agama tersebut muncul. Berkenaan dengan kenapa Tuhan tidak memaksa umat untuk masuk dalam satu agama saja sehingga nantinya agama hanya satu, Hazrat Mirza Basyirudin Mahmud Ahmad ra bersabda, “Orang-orang ateis keberatan bahwa Seharusnya Tuhan menjadikan semua orang itu pengikut satu agama saja. Sebagai jawabannya, Allah Ta’ala sendirilah yang menjawabnya yakni Dan seandainya Allah menghendaki niscaya Dia akan menjadikan kamu satu umat, akan tetapi Dia hendak menguji kamu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan. yakni Jika Kami ingin, Kami dapat memaksa semua orang masuk dalam satu agama. Tapi jika Kami melakukan hal itu maka seorang pun tidak akan memperoleh pahala. Tujuan dari penciptaan manusia pun tidak akan bisa dipenuhi. Tujuan Itu baru dapat dipenuhi bila manusia itu bebas/merdeka. Didalam dirinya ada kemampuan untuk menerima atau menolak.’ Maka karena memaksa semua orang masuk dalam satu agama benar-benar membuat tujuan penciptaan manusia itu sia-sia, oleh karena itulah Tuhan tidak melakukannya.” Anwarul Ulum, jilid 6, hlm. 317. Alasan lain kenapa agama tidak satu saja adalah Tuhan memberikan kebebasan sehingga manusia memiliki hak untuk bebas memilih. Manusia diciptakan untuk merdeka dan tidak dibelenggu kaidah yang sama. Dengan demikian pahala pun dapat kita raih bila memilih hal yang benar sehingga kita bisa berlomba-lomba dalam kebaikan. Berbeda dengan malaikat atau setan yang tak memiliki kebebasan untuk memilih hal baik dan buruk. Fitrah malaikat adalah patuh pada-Nya sedangkan fitrah setan adalah membangkang. Bila kita dipaksa tunduk dalam satu agama maka apa gunanya manusia diciptakan ? Ia tidak bisa lebih baik dari malaikat dan setan yang sama-sama tidak memiliki kebebasan. Justru karena memiliki kemerdekaan untuk memilih, manusia menjadi begitu berbeda, unik, istimewa dan merupakan sebaik-baik makhluk. Allah Ta’ala sendiri berfirman “Tidak ada paksaan dalam memilih Agama” QS. Al-Baqarah257 Bila Tuhan saja demikian, apalagi kita. Oleh karena itu kita sama sekali tidak mempunyai hak untuk memaksa orang lain meyakini iman yang kita akui. Adapun seorang ateis tidak memiliki hak untuk keberatan kepada Tuhan hanya karena Dia tidak memaksa makhluk-Nya untuk ibadah memalui satu agama sebagai bukti keberadaan-Nya. Kenapa agama dari Tuhan tidak perlu memaksa orang untuk beriman? Perhatikan jawaban indah berikut ini, “Kebenaran yang pasti dan hakiki sama sekali tidak membutuhkan suatu paksaan untuk membuat orang menerimanya. Bahkan pemaksaan adalah dalil yang membuktikan bahwa dalil-dalil ruhani itu lemah.” Hazrat Masih Mau’ud as dalam Majmu’ah Isytiharat, jilid 1, hlm. 459-460 catatan kaki Jawaban di atas sangat tepat sekali. Agama yang benar tidak memerlukan pemaksaan untuk dapat diterima. Bahkan pemaksaan adalah bukti bahwa agama itu tidak memiliki dalil rohani yang mempesona orang untuk meyakininya. Alhasil itulah kenapa agama bisa berbeda dan tidak hanya satu saja. Hikmahnya begitu agung dan logis. Perbedaan ini sama sekali tidak menjadi dalil bahwa Tuhan Sang Pencipta agama itu tidak ada. Adapun agama yang benar tidak membutuhkan pemaksaan untuk diterima. Tuhan sendiri tidak mau memaksa umat-Nya dan Dia sepenuhnya memberikan kebebasan kepada umat-Nya untuk memilih agama yang akan ia yakini. Kenapa? Karena manusia diciptakan untuk merdeka bukan untuk menjadi budak belaka. Oleh Ammar Ahmad Sumber Gambar Mengapa Allah menciptakan manusia padahal manusia tidak pernah meminta untuk diciptakan? Mengapa manusia harus tercipta sehingga menanggung berbagai penderitaan dalam hidup? Bukankah lebih baik manusia tak tercipta sehingga tak harus merasakan kesengsaraan? Pertanyaan semacam ini kerap muncul di benak sebagian orang yang mengalami berbagai kesulitan dalam hidup. Meskipun pertanyaan ini sederhana tapi akan memerlukan jawaban yang agak panjang. Kali ini kita akan membahas pertanyaan semacam ini secara agak detail dengan berpedoman pada firman Allah sendiri dan sabda Rasulullah Muhammad ﷺ. Sebagai pendahuluan, harus diketahui bahwa sebenarnya dalam Al-Qur’an kita diajari untuk tidak menanyakan tentang perbuatan Allah kenapa begini dan kenapa begitu, tetapi harusnya kita sibuk mempertanyakan tindakan kita sendiri, apakah sudah tepat atau belum. Allah berfirman لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ “Allah tak bisa ditanya tentang apa yang diperbuatnya, merekalah yang dimintai pertanggungjawaban.” QS. Al-Anbiya’ 23 Tindakan Allah sebagai Tuhan yang memiliki semesta alam adalah mutlak dan tak perlu persetujuan siapa pun. Bila mau dibuat perbandingan, kita sebagai manusia terbiasa memelihara hewan ternak, mengembangbiakkannya lalu menyembelihnya sebagai makanan tanpa merasa bersalah sedikit pun sebab merasa berhak melakukannya. Padahal, kuasa kita pada hewan ternak itu amatlah sedikit sebab bukan kita yang memberi dan menjamin kehidupan hewan itu tetapi semuanya dilakukan hanya oleh Allah. Namun anehnya manusia kerap kali merasa begitu spesial sehingga seolah Tuhan sekalipun harus meminta persetujuannya padahal dirinya sendiri adalah seutuhnya mutlak milik Tuhan sehingga Tuhan berhak melakukan apa pun terhadap dirinya. Kekuasaan mutlak Allah untuk melakukan apa pun sesuai kehendak-Nya disebutkan dalam Al-Qur’an berkali-kali dengan berbagai redaksi. Salah satunya adalah sebagai berikut إِنَّ رَبَّكَ فَعَّالٌ لِمَا يُرِيدُ “Sesungguhnya Tuhanmu Maha-Melakukan apa yang Ia kehendaki.” QS Hud 107 Kekuasaan Allah untuk melakukan apa pun tanpa meminta persetujuan siapa pun dan tak bisa ditentang siapa pun adalah bukti kesempurnaan-Nya. Bila Allah masih bisa dimintai pertanggung-jawaban, masih bisa ditanya kenapa dan mengapa, masih butuh persetujuan pihak lain atau perlu bermusyawarah tentang apa yang perlu dilakukan dan apa yang tidak, maka itu berarti Allah tak sempurna dan karena itu bukan Tuhan. Ketuhanan Allah yang tak diragukan lagi dan Kemahasempurnaan yang dimiliki-Nya menjamin Allah bebas dari semua itu dan bebas melakukan apa pun. Karena itulah, ayat-ayat yang berbicara mengenai penciptaan hampir selalu diikuti dengan pernyataan “apa yang dikehendaki Allah” sebagai isyarat kebebasan kehendak Allah. Perhatikan ayat-ayat berikut وَرَبُّكَ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَيَخْتَارُ مَا كَانَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ سُبْحَانَ اللَّهِ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ "Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. Maha-Suci Allah dan Maha-Tinggi dari apa yang mereka persekutukan dengan Dia." QS. Al-Qashash 68 اللَّهُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفًا وَشَيْبَةً يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَهُوَ الْعَلِيمُ الْقَدِيرُ “Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan kamu sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan kamu sesudah kuat itu lemah kembali dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha-Mengetahui lagi Maha-Kuasa.” QS. Ar-Rum 54. Penjelasan tentang kebebasan Tuhan untuk melakukan apa pun yang Ia kehendaki di atas adalah kaidah pokok dalam pembahasan perbuatan Allah. Kebebasan mutlak ini dikenal sebagai sifat irâdah yang merupakan salah satu dari sekian banyak sifat yang pasti dimiliki oleh sosok Tuhan yang benar. Keberadaan sifat irâdah ini berkonsekuensi pada peniadaan adanya keharusan, larangan, dan intervensi apa pun terhadap tindakan Tuhan sehingga tindakan-Nya tak bisa ditanya mengapa? Namun demikian, kita beruntung sebab ternyata Allah mau memberikan informasi tentang tujuan penciptaan manusia agar pertanyaan di benak kita hilang. Tujuan tersebut adalah 1. Sebagai pengurus khalifah bagi planet bumi, sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَٰٓئِكَةِ إِنِّى جَاعِلٌۭ فِى ٱلْأَرْضِ خَلِيفَةًۭ "Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". QS. Al-Baqarah 30 2. Untuk menyembah Allah sebagaimana dalam firman Allah وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” QS. Al-Dzariyat 56 Mengomentari ayat tersebut, Imam Ibnu Katsir menjelaskan tafsir ayat itu adalah إِنَّمَا خَلَقْتُهُمْ لِآمُرَهُمْ بِعِبَادَتِي، لَا لِاحْتِيَاجِي إِلَيْهِمْ ... وَمَعْنَى الْآيَةِ أَنَّهُ تَعَالَى خَلَقَ الْعِبَادَ لِيَعْبُدُوهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، فَمَنْ أَطَاعَهُ جَازَاهُ أَتَمَّ الْجَزَاءِ، وَمِنْ عَصَاهُ عَذَّبَهُ أَشَدَّ الْعَذَابِ “Sesungguhnya Aku menciptakan mereka hanyalah supaya Aku memerintah mereka menyembahku, bukan karena Aku butuh terhadap mereka. ... Makna ayat itu adalah bahwa Allah menciptakan manusia supaya menyembah Dia saja, tak menyekutukan dengan yang lain. Siapa yang taat pada Allah, maka Allah akan membalasnya dengan balasan yang sempurna. Siapa yang bermaksiat pada-Nya, Allah akan menyiksanya dengan parah.” Ibnu Katsir, Tafsîr Ibnu Katsîr, VII, 425 3. Supaya manusia tahu kemahakuasaan Allah, sebagaimana firman Allah اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَمِنَ الْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ الْأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا “Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha-Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu. QS at-Thalaq 12 4. Sebagai bukti kelayakan untuk ditempatkan di tempat mana di akhirat. Akhirat mempunyai dua tempat yang bertolak belakang, yakni surga dan neraka. Allah bisa saja langsung menciptakan manusia untuk seketika ditempatkan di keduanya tanpa alasan apa pun, tetapi Allah tak melakukannya. Allah memilih membuat manusia hidup di dunia terlebih dahulu untuk melihat sendiri amal perbuatannya sehingga layak di tempat mana. Allah berfirman وَلِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ لِيَجْزِيَ الَّذِينَ أَسَاءُوا بِمَا عَمِلُوا وَيَجْزِيَ الَّذِينَ أَحْسَنُوا بِالْحُسْنَى “Kepunyaan Allah-lah apa yang ada di langit dan bumi, agar Ia membalas orang-orang yang berbuat buruk sebab apa yang mereka kerjakan dan membalas orang-orang yang berbuat baik dengan kebaikan.” QS. An-Najm 31 Dari kemenangan dan kesabaran menghadapi berbagai kesusahan itulah kita dapat membuktikan “kelayakan” kita untuk menjadi penghuni surga. Meskipun sebenarnya amal perbuatan manusia tak cukup untuk menebus surga yang begitu sempurna, namun kemurahan Allah membuat kita tahu bahwa melakukan amal kebaikan, bersyukur terhadap nikmat dan bersabar terhadap musibah adalah hal yang dapat membuat kita mendapat balasan surga. Itulah di antara alasan yang dinyatakan secara eksplisit dari Al-Qur’an tentang kenapa Allah menciptakan manusia. Dari informasi itu, kita jadi tahu tujuan hidup di dunia ini untuk apa dan seharusnya kita fokus untuk memenuhinya dan tak ada opsi lain bagi manusia. Adapun segala kesusahan dan kesulitan yang menimpa manusia sebagai konsekuensi dari hidup, itu tak lepas dari hikmah yang besar. Setiap sakit, bahkan sekecil apa pun, akan diganti dengan pengampunan dosa dan pahala. Rasulullah bersabda مَا يُصِيبُ المُسْلِمَ، مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ، وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ، حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا، إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ “Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan keletihan, kehawatiran dan kesedihan, dan tidak juga gangguan dan kesusahan bahkan duri yang melukainya melainkan Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya." HR. Bukhari مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُصِيبُهُ أَذًى مِنْ مَرَضٍ، فَمَا سِوَاهُ إِلَّا حَطَّ اللهُ بِهِ سَيِّئَاتِهِ، كَمَا تَحُطُّ الشَّجَرَةُ وَرَقَهَا “Tak seorang pun muslim yang tertimpa kesusahan berupa sakit atau lainnya, kecuali Allah menggugurkan kesalahannya sebab hal itu seperti halnya pohon yang menggugurkan daunnya.” HR Muslim Dengan demikian kita tahu bahwa segala yang terjadi pada diri seorang muslim itu sejatinya adalah jalan baginya menuju surga. Susah dan bahagia seluruhnya dapat menjadi sebab mendapat surga bila ia tahu caranya. Rasulullah bersabda عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ، إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ، فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ، صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ “Sungguh mengagumkan perkara seorang mukmin bahwa segala situasinya adalah kebaikan baginya. Itu tak terjadi kecuali bagi seorang mukmin. Bila ia mendapat kebahagiaan, ia bersyukur sehingga menjadi kebaikan baginya. Bila ia mendapat kesusahan, ia bersabar sehingga menjadi kebaikan baginya.” HR. Muslim Dengan menyadari kenyataan ini, maka bersyukurlah kita sudah tercipta di dunia. Bila kita tak tercipta, maka tak mungkin kita mendapat potensi untuk kekal di surga. Bertahun-tahun kesengsaraan di dunia tak ada apa-apanya bila itu diganjar dengan sebuah kebahagiaan yang abadi. Semoga ulasan ini bermanfaat. Ustadz Abdul Wahab Ahmad, Wakil Katib PCNU Jember dan Peneliti Bidang Aqidah di Aswaja NU Center Jawa Timur Pertanyaan Saya pernah ditanya oleh seorang teman yang non muslim tentang bukti keberadaan Allah dan mengapa kita diciptakan serta hikmah di balik penciptaan ini. Jawaban yang saya berikan belum cukup meyakinkannya. Oleh karena itu saya mohon anda memberikan jawaban terhadap persoalan ini!. Teks Jawaban muslim, Sesungguhnya dakwah yang anda lakukan dan upaya anda untuk menjelaskan hakikat eksistensi Allah Ta'ala, merupakan perkara yang membahagiakan kami semua. Sesungguhnya mengenal Allah sangat erat hubungannya dengan fitrah insani yang suci dan selaras dengan akal yang lurus. Berapa banyak dari mereka yang non muslim, lalu mereka memeluk Islam setelah melihat hakikat ini. Sekiranya jika setiap orang dari kita melaksanakan kewajiban agamanya, tentu akan semakin banyak orang yang memeluk agama ini. Selamat kami ucapkan kepada anda yang telah mengambil andil dari peran para nabi dan rasul ini. Kabar gembira kami sampaikan kepada anda yang telah berdakwah di jalan-Nya. Bahwa bagi anda pahala yang agung, seperti yang disampaikan melalui lisan nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Di mana beliau pernah bersabda, "Satu orang mendapatkan hidayah Allah lantaran ajakanmu, maka hal itu lebih baik bagimu daripada unta merah." HR. Bukhari, 3/ 134 dan Muslim, 4/ 1872. Unta merah merupakan jenis unta yang paling baik. Kedua, Adapun bukti eksistensi Allah, sangat jelas dan terang bagi orang yang mempergunakan akalnya. Tidak membutuhkan penelitian panjang atau pertimbangan yang berlarut-larut. Bukti eksistensi Allah, dapat dibuktikan dengan tiga dalil dalil fitrah, indera dan syar'i. dan masing-masing bukti tersebut akan kami jelaskan berikutnya dengan izin Allah Ta'ala. Dalil fitrah Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, Dalil fitrah yang mendasari eksistensi Allah merupakan dalil terkuat dari dalil-dalil lainnya, sepanjang fitrah tersebut tidak diselewengkan oleh setan. Allah Ta'ala berfirman, فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ 30 "Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." QS. Ar Rum 30. Fitrah insani yang lurus mengakui eksistensi Allah. Tiada yang menyimpang dari fitrah yang suci ini melainkan orang yang telah mengikuti bujuk rayu setan. Pengaruh setan menyebabkan seseorang terhalang untuk mengikuti fitrahnya yang suci." Syarh safariniyah. Setiap orang merasakan dalam fitrahnya, bahwa ia memiliki Tuhan pencipta dan ia merasa sangat memerlukan pertolongan-Nya dalam kondisi terjepit. Kedua tangan tertengadah, hati tertuju dan mata mendongak ke langit memohon bantuan dari-Nya. Dalil inderawi Berbagai peristiwa yang terjadi di alam semesta. Yakni alam di sekitar kita, bukanlah terjadi secara tiba-tiba. Pasti ia ada yang menciptakan. Demikian pula segala hal yang terdapat di atasnya. Semua pepohonan, bebatuan, manusia, bumi dan langit, lautan sungai dan lain-lain. Jika ada yang bertanya, "Siapakah yang menciptakan dan mengadakan alam semesta ini dan yang mengaturnya? Maka jawabannya adalah Ada kemungkinan ia ada begitu saja tanpa ada sebab. Pada saat itu tak seorang pun yang mengetahui kapan ia ada. Atau kemungkinan lain alam semesta ini mengadakan dirinya sendiri dan mengatur dirinya sendiri. Kemungkinan ketiga, bahwa alam semesta ada yang menciptakan dan mengadakannya. Dari ketiga kemungkinan ini, maka kita simpulkan bahwa pertama dan kedua adalah kemungkinan yang mustahil terjadi. Hanya kemungkinan ketiga yang benar dan shahih. Bahwa di sana ada yang mengadakan dan mencipta alam semesta, yaitu Allah Ta'ala, sebagaimana tersebut dalam al Qur'anul karim, أَمْ خُلِقُوا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُونَ 35 أَمْ خَلَقُوا السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بَلْ لَا يُوقِنُونَ 36 "Atau apakah mereka tercipta tanpa asal-usul? Ataukah mereka yang menciptakan diri mereka sendiri?. Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi?. Sebenarnya mereka tidak meyakini apa yang mereka katakan." Ath Thur 35-36. Kemudian muncul pertanyaan, sejak kapan alam semesta ini diciptakan? Dari kurun waktu yang lama ini, siapa yang mengatur apa saja yang tinggal di atas bumi dan sebab yang dapat membuatnya hidup lama di sana. Jawabnya, Dialah Allah yang telah memberikan semua hal apa yang bermanfaat baginya dan menjamin kelestarian hidup. Bukankah anda melihat tumbuh-tumbuhan yang hijau dan indah, jika Allah tahan air hujan membasahi bumi, maka apakah tumbuhan tersebut dapat bertahan hidup tanpa mengalami kepunahan?. Tentu ia akan kering dan punah. Maka jika kita perhatikan dengan teliti, kita temukan bahwa segala sesuatu terkait dengan Allah Ta'ala. Artinya tanpa kehendak Allah, maka tiada akan ada sesuatupun di permukaan bumi ini. Lalu Allah membaguskan ciptaan-Nya. Dan segala sesuatu sesuai dengan yang cocok untuknya. Unta misalnya, cocok untuk dikendarai. أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا خَلَقْنَا لَهُمْ مِمَّا عَمِلَتْ أَيْدِينَا أَنْعَامًا فَهُمْ لَهَا مَالِكُونَ 71 وَذَلَّلْنَاهَا لَهُمْ فَمِنْهَا رَكُوبُهُمْ وَمِنْهَا يَأْكُلُونَ 72 "Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakan binatang ternak untuk mereka yaitu sebagian dari apa yang telah Kami ciptakan dengan kekuasaan Kami sendiri, lalu mereka menguasainya? Dan Kami tundukan binatang-binatang itu untuk mereka, maka sebagiannya menjadi tunggangan mereka dan sebagiannya mereka makan." QS. Yasin; 71-72. Lihatlah bagaimana Allah menciptakan seekor unta sedemikian kuat dan serasi tubuhnya, agar siap dikendarai dan memikul beban yang berat dan sulit, yang tak mampu diusung oleh binatang ternak lainnya. Demikianlah jika anda memperhatikan dengan teliti, ada kesesuaian antara ciptaan-Nya dan peran yang akan dipikulnya. Subhanallah, Maha Suci Allah. Di antara sebagian dalil inderawi adalah Turunnya curahan hujan karena sebab do'a, merupakan bukti eksistensi sang Pencipta. Karena Dia mengabulkan permohonan. Syekh Ibnu Utsaimin berkata, "Setelah Nabi shallallahu alaihi wa sallam meminta hujan seraya berdo'a, "Ya Allah turunkan hujan kepada kami, ya Allah turunkan hujan kepada kami," lalu arakan awan muncul dan hujan pun turun dengan deras sebelum beliau turun dari mimbar. Ini menunjukan adanya Pencipta." Syarh safariniyah. Sedangkan dalil syar'i yang menunjukan eksistensi Pencipta menurut syekh Ibnu Utsaimin, bahwa seluruh aturan hidup yang Dia tetapkan menunjukan adanya Allah, dengan kesempurnaan ilmu, hikmah dan rahmat-Nya. Karena aturan hidup yang sangat teratur ini mengharuskan adanya Sang Pengatur, yakni Allah Ta'ala. Syarh safariniyah. Sedangkan pertanyaan anda, mengapa Allah menciptakan kita? Jawabnya, kita diciptakan untuk beribadah kepada-Nya, mensyukuri nikmat dan berzikir kepada-Nya. Juga untuk melaksanakan apa yang diperintahkan-Nya. Dan anda tahu bahwa hamba-Nya ada yang kafir dan ada yang muslim. Dan Allah ingin menguji dan memberikan cobaan untuk hamba-Nya, apakah mereka beribadah kepada selain Allah seperti yang dilakukan oleh orang lain setelah Allah bentangkan jalan bagi setiap orang. Allah berfirman, "Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun." QS. Al Mulk 2. وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ 56 "Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku." QS. Adz-Dzariyat; 56. Kami memohon kepada Allah, agar Dia memberikan taufiq-Nya kepada kami dan anda semua untuk melakukan sesuatu amalan yang mendatangkan cinta dan ridha-Nya, semangat dalam mendakwahkan agama-Nya dan berkiprah untuk menyebarkan ajaran agama-Nya. Shalawat semoga tetap tercurah atas Nabi shallallahu alaihi wa sallam.

kenapa allah menciptakan banyak agama